Tuesday, April 19, 2011

ALERGI OBAT

Definisi
Alergi obat adalah suatu reaksi imun yang timbul karena obat. Reaksi ini terdiari dari dua fase, yaitu: fase pertama induksi dari respon imun spesifik terhadap paparan alergen yang pertama, yang diikuti oleh, fase kedua reaksi alergi (eksitasi), timbulnya gejala karena terpapar lagi dengan obat tersebut.

Patogenesis

Pada reaksi alergi obat yang terjadi adalah salah satu dari empat reaksi Gell-Coombs, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe II (Reaksi Sitotoksik Yang Memerlukan Bantuan Antibodi). Baik reaksi tipe II maupun reaksi tipe III melibatkan IgG dan IgM. Perbedaannya adalah bahwa pada reaksi tipe II antibodi ditujukan kepada antigen yang terdapat pada permukaan sel atau jaringan tertentu, sedangkan pada reaksi tipe III antibodi ditujukan kepada antigen yang terlarut dalam serum. Jadi pada reaksi tipe II, antibodi dalam serum bereaksi dengan antigen yang berada pada permukaan suatu sel atau merupakan komponen membran sel tertentu yang menampilkan antigen bersangkutan. Reaksi hipersensitivitas terhadap obat dapat timbul dalam berbagai bentuk:
  • Obat melekat pada eritrosit kemudian dibentuk antibodi terhadap obat. Dalam hal ini baik obat maupun antibodi harus ada untuk menyebabkan reaksi.
  • Kompleks imun yang terdiri atas obat dan antibodi melekat pada permukaan eritrosit. Kerusakan sel terjadi akibat lisis oleh komplemen yang diaktivasi oleh kompleks antigen-antibodi tersebut.
  • Obat menyebabkan reaksi alergi dan autoantibodi ditujukan kepada antigen eritrosit sendiri.
Obat tampaknya membentuk suatu kompleks antigenik dengan permukaan suatu elemen yang ada pada darah, dan merangsang pembentukan antibodi yang bersifat sitotoksik bagi kompleks obat-sel itu. Bila obat dihentikan kepekaan itu akan hilang tidak lama kemudian. Sebagai contoh mekanisme ini telah ditentukan pada anemia hemolitik yang kadang-kadang dihubungkan dengan pemakaian terus-menerus klorpromazin atau fenasetin, pada agranulositosis yang dihubungkan dengan pemakaian amidopirin atau quinidine dan pada keadaan klasik purpura trombositopenia yang mungkin disebabkan oleh sedormid, serum segar yang diambil dari penderita dapat melisiskan trombosit, sedang tanpa sedormid hal ini tidak akan terjadi; pemanasan sebelumnya pada suhu 56oC selama 30 menit akan menjadikan komplemen tidak aktif dan menghilangkan efek tersebut.

Selain reaksi tipe II, reaksi hipersensitivitas terhadap obat dapat timbul sebagai reaksi anafilaktik apabila melibatkan IgE, reaksi tipe III bila obat berinteraksi dengan protein, atau reaksi tipe IV pada obat yang digunakan topikal.
Pada hipersensitivitas tipe II, mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :

Mekanisme yang terlibat dalam reaksi hipersensitivitas tipe II
Diagnosis ditegakkan dengan bantuan anamnesis (Prof. Dr. dr. Heru Sundaru SpPD(K), 2003) :
  1. Riwayat penyakit alergi karena obat, kapan, berapa lama timbulnya reaksi, setelah makan obat apa.
  2. Gejala-gejala yang ada dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
  3. Obat-obatan yang sering menimbulkan alergi.
Golongan Hapten
Golongan Antigen
Penisilin
Insulin
Cephalosporin
Ensim (kimopapain, asparkinase)
Sulfonamid (termasuk antimikrobial, sulfasalasin, obat oral hipoglikemik, golongan thiazid, diazoxide
Antioxin asing
Obat relaksasi
Ekstrak organ (ACTH, Hormon)
Obat antituberkulosa
Vaksin dan lain-lain
Obat antikonvulsan/ anti kejang

Thiopental

Quinidine

Cis-Platinum

Pengobatan Alergi Obat
  • Obat-obatan : antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain.
  • Menghindari alergen penyebab.
  • Pengobatan lain dengan cara desensitisasi

REFERENSI
1. Boedina, Siti. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi 3. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: 1996.
2. Roitt, Ivan, Jonathan Brostoff, David Male. Immunology. Second ed. Harper&Row Publishers Inc. New York: 1989. Bab 19 – bab 22.
3. Mahdi, prof. Dr. dr. Hj. A. Dinajani S. Abadin H. SpPD, KAI-SH. Penatalaksanaan Penyakit Alergi edisi ke-2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2008. Hal: 124-126.

No comments:

Post a Comment